DZIKIR
Kalau perjalanan sang musafir malam tidak terfasilitasi. Tidak ada inayah azaliyah yang menyinari sehingga banyak rintangan yang menghalangi. Berarti di dalam hati musafir itu masih banyak hijab-hijab basyariyah yang menyelimuti, baik hijab dosa maupun hijab karakter yang tidak terpuji, maka terlebih dahulu sang musafir
harus berbenah diri. Dengan merampungkan dua tahapan amal yang harus dilewati. Dengan amal itu, perjalanan berikutnya diharapkan menda-patkan fasilitas yang sudah menanti. Benah-benah diri itu dilaksanakan di dalam dua hal:
1. Melaksanakan at-Tazkiyah atau mensucikan jiwanya dari segala kotoran basyariyah. Sebagaimana yang telah dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
"Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri * Dan ingat nama Tuhannya, lalu sembahyang* ". QS.al-
A’laa.87/14-17.
Yang dimaksud At-Tazkiyah ialah : melaksanakan pembersihan dan pensucian diri dari segala kotoran-kotoran
basyariyah, baik yang berupa dosa-dosa maupun sifat-sifat yang tercela dengan melaksanakan tiga tingkat tahapan amal sholeh sebagai perwujudan ibadah yang ikhlas kepada Allah SWT.
Tingkat pertama: Dengan melak-sanakan ibadah secara keseluruhan, baik puasa maupun sholat malamnya, dengan mujahadah maupun riyadhohnya, baik secara vertikal maupun horizontal. Ibadah itu dilaksanakannya semata-mata hanya bersungguhsungguh untuk meng-hapus atau menghilangkan kotoran dan karat yang menempel di dalam hati, baik dari kotoran dosa maupun sifat-sifat yang tidak terpuji.
Tingkat kedua: Setelah seorang hamba merampungkan tazkiyahnya, baru selanjutnya ia akan mampu menghadirkan ma'rifatullah di dalam hati, akan Dzat-Nya, akan Sifat-Nya, akan Nama-nama-Nya dan akan Pekerjaan-pekerjaan-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya: “Wadzakarosma Robbihii" (Kemudian dzikir dengan menyebut nama Tuhannya).
Karena tidak mungkin seseorang mampu menyebut Nama-Nya di dalam hati kecuali sesudah terlebih dahulu mengenali-Nya.
Tingkat ketiga: Setelah merampungkan dua tahapan itu, menjadikan seorang hamba akan selalu sibuk dengan pengabdian yang hakiki. Yaitu, seluruh waktunya dima'murkan hanya untuk melaksanakan keta'atan kepada-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya: “Fasholla" (kemudian melaksanakan Sholat). Karena sholat adalah pokok segala ibadah, kalau sholatnya baik, berarti seluruh amal ibadahnya juga akan baik.
2. Ibadah yang dilaksanakan hendaklah mendapat bimbingan seorang guru ahlinya. Guru mursyid thoriqoh yang suci lagi mulia. Baik secara maknawiyah maupun hissiyah, baik secara dhohir maupun batin. Sehingga dengan ibadah itu seorang hamba benar-benar sampai kepada Allah Ta’ala. Menjadikan hatinya menjadi khusu’ kepada-Nya. Karena hanya Allah Ta’ala tujuan yang paling utama. Ibadah yang dilakukan itu mampu menghantarkan ruhaniyah seorang hamba mengadakan mi’roj untuk memasuki alam malakut. Bersimpuh di hadapan Tuhannya untuk bermusya-hadah dah bermujalasah di permadani haribaan-Nya, Adalah perjalanan ruhaniyah yang akan mampu membentuk hati seorang hamba menjadi khusu’ hanya kepada Allah Ta’ala. Karena dengan perjalanan itu ruhani sang pengembara dapat merasakan kenikmatan ruhaniyah yang tiada
Apabila dengan ibadah yang seperti itu, seorang hamba diibaratkan memasuki sebuah rumah. Artinya dengan ibadah dhohir yang dilakukan itu bagaimana supaya seorang hamba mampu memasuki alam batin atau alam ruhaniyah, maka mestinya dia harus dapat memasuki rumah itu melalui pintu-pintu yang tersedia. Allah telah mengisyaratkan hal itu dengan firman-Nya:
“Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. QS.al-Baqoroh.2/189.
Itulah yang dimaksud penyatuan antara qodo’ dan qodar dalam satu amal. Menyatukan konsep langit dan konsep bumi dalam satu pelaksanaan karya nyata secara rasional. Masuk dan keluar dari satu pintu menuju dua dimensi yang berbeda dengan benar. Dimensi jasmani dan dimensi ruhani. Karena dari pintu ruhani yang qodim itu dahulu manusia telah meninggalkan rumahnya yang hakiki di alam ruhani memasuki rumah yang fana di dunia. Kalau tidak demikian, apabila penyatuan antara qodo’ dan qodar dalam kesatuan amal ibadah itu tidak dapat terwujud dengan benar, maka boleh jadi sebuah amal akan terputus dari jalan yang sesungguhnya, yaitu jalan inayah Allah yang azaliyah. Akibatnya, boleh jadi yang akan dihasilkan amal ibadah itu hanyalah pengakuan pribadi. Bahwa dirinya telah mampu berbuat amal bakti. Bahwa dirinya telah mampu menciptakan karya utama. Selanjutnya, manusia akan cenderung terjebak dengan sifat sombong yang membabi buta, yang kemudian syetan akan menambah kesombongan itu dan kesesatan yang akhirnya manusia akan cenderung terjerumus masuk ke jurang neraka. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari tipudaya nafsu dan syetan yang terkutuk.